Gadis Bertudung Hitam dengan Senyumannya

Cahaya fajar diam-diam mengintip dari celah pepohonan. Bintang terbesar di alam semesta itu sepertinya segera beranjak dari tempat peraduannya.

Kala itu, seorang gadis bertudung hitam yang sebentar lagi akan menginjak kepala dua berdiri tegak di depan balkon indekos. Hening. Dia hanya bergeming. Netra itu menatap lurus ke hamparan pohon kelapa yang daunnya terlihat menari-nari karena tersapu oleh angin pagi.

Sesekali helaan napasnya terdengar. Ia beringsut maju selangkah demi selangkah sampai jemari lentik itu menempel erat pada terali besi berwarna putih tulang. Gadis itu kemudian menghela napas lagi sembari menikmati sensasi dingin di pipi akibat tamparan angin.

Iris cokelat itu berpindah. Titik pandangnya kini menembus cakrawala yang kala itu masih terlihat temaram. Cukup lama ia berada di posisi tersebut sampai bunyi kicauan burung membuyarkan lamunannya.

Kelopak matanya mengerjap takjub. Sudut bibir gadis itu tertarik ke atas. Senyum yang sempat hilang tiga tahun terakhir pelan-pelan  terbit kembali di bibir ranum itu.

“Masyaallah …,” gumamnya dengan hati berbunga.

Genggaman jemarinya pada terali besi mengendur. Hatinya spontan menghangat saat menyaksikan betapa indahnya lukisan tangan Tuhan pagi itu.

“Burung-burung ini saja begitu semangat menjemput rezeki-Mu di pagi buta. Apa kabar denganku yang masih sering mengeluh, padahal akulah makhluk yang paling sempurna?”

______

Tuntungan, 23 Juni 2022